Ada saja akal yang tak sampai pada para perempuan tentang kemaslahatan dunia dan akhirat yaitu, apa tujuan lelaki melakukan poligami?
Wahai para perempuan yang direstui Allah. Berahagialah jika di antara lelakimu mengutarakan ingin melakukan poligami demi memiliki istri dan anak-anak saleh-salehah.
Sejatinya seorang lelaki yang mampu dan berilmu (baik ilmu dunia dan agamanya), sudah barang tentu menginvestasikan uang kepada rantai alam (sedekah, zakat, hibah, donasi, dan semacamnya di jalan Allah), sedangkan ilmu dan ladang amal baginya di akhirat, adalah pada para istri dan anak-anaknya.
Lelaki yang mengerti agama akan berfikir realistis bagaimana cara ia menyemai kebaikan-kebaikan dengan sistem biologis atau kepada keturunan-keturunannya. Ya, di mana anaknya lah yang suatu saat nanti bakal menjadi penanggungjawab orangtuanya. Selain ajaran agama yang disalurkan, orang tua ingin anaknya lah sebagai penerus peradaban, menjadi orang yang saleh dan meneruskan perjuangan orang tua dalam menjalankan perintah Allah.
Karna apa? Semakin mengerti anaknya tentang ilmu agama, maka semakin mengalirlah amalan-amalan jariyah untuk mereka dan orang tuanya.
Oleh sebab itu, banyak sekali di antara lelaki muslim yang berilmu dan beragama teguh, menginginkan dapat mempunyai istri lebih dari satu/ berpoligami. Musababnya jelas, untuk bisa memiliki keturunan-keturunan yang banyak dan saleh-salehah.
Semakin banyak anak yang mendoakan dan mengamalkan kebaikan ditujukan kepada orang tuanya, semakin besarlah investasi akhirat dari mereka dan untuk mereka.
Kebanyakan para perempuan menyangkal, bahwasannya lelaki melakukan poligami adalah hanya untuk menyalurkan hasrat biologis/nafsunya saja, tidak mampu berlaku adil, dan lain semacamnya. Bagi mereka yang dirasa mampu, Allah membolehkannya. Dalam hal ini ada rujukan yang tergambar pada Surah An-nisa Ayat 129; berpoligami ditekankan hanya bagi yang mampu secara akal dan perasaan, bukan nafsu dan kekuasaan,
Allah SWT berfirman:
وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْۤا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَآءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۗ وَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
wa lan tastathii’uuu an ta’diluu bainan-nisaaa`i walau haroshtum fa laa tamiiluu kullal-maili fa tazaruuhaa kal-mu’allaqoh, wa in tushlihuu wa tattaquu fa innalloha kaana ghofuuror rohiimaa
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 129)
Bagi perempuan yang memiliki nilai kualitas agamanya tinggi, tidak akan jadi masalah jika lelakinya hendak melakukan poligami dengan dasar ingin memiliki keturunan-keturunan yang taat akan perintah Allah (ladang amal). Namun bagi perempuan awam yang memiliki pengetahuan agama minim, justru akan menentangnya secara keras.
Sebab itu, bagi siapa saja yang akan hendak menikah dan memiliki keturunan, tekankan niat untuk bisa mendidik dan mengajarkan agama Allah secara tegas di garis depan. Jadikanlah mereka prioritas ladang amal jariyah agar semuanya mendapat kemaslahatan dunia dan akhirat. (#Bismi)